Sabtu, 26 Oktober 2019

TEORI BELAJAR HUMANISTIK MENURUT ROGERS & HABERMAS

TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Menurut Rogers & Habermas
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Belajar dan Pembelajaran
Yang dibimbing oleh Dr. Raden Bambang Sumarsono, M.Pd




    Disusun oleh :
1.    Balqis Fitria Rahma       (170131601056)
2.    Salsabilla Taftania         (1701316010
3.    Widi Ika Cahyani           (170131601078)
4.    Wulan Roudhotul N      (1701316010




file14AA87D78DCCEAF65575095EF2067EB1



UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Agustus, 2018

KATA PENGANTAR

          Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena anugerah dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang pembahasan manajemen sarana dan prasarana guna memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran di Universitas Negeri Malang (UM).
            Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi para pembaca sebagai bahan referensi makalah kedepannya juga dapat meningkatkan pengetahuan tentang bahasan yang kami rangkum dari makalah ini.
            Berbagai kendala kami alami untuk menyusun makalah ini dapat teratasi dengan adanya bantuan, bimbingan, dari semua pihak terutama dosen Belajar dan Pembelajaran yang selalu membimbing dalam penyusunan makalah ini.
            Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki. Karena kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna.


Malang, 28 Agustus 2018


Penyusun






I
 
 


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................I
DAFTAR ISI..............................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang..............................................................................................1
B.   Masalah atau Topik Bahasan........................................................................1
C.   Tujuan...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A.   Pengertian Teori Belajar Humanistik…………………………………………..2
B.   Kelebihan dan Kekurangan Teori Humanistik..............................................9
C.   Teori Humanistik dalam Pembelajaran........................................................9
D.   Aplikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran..........................................10
E.   Implikasi Teori Belajar Humanistik..............................................................11
F.    Pandangan dan Kritik Humanisme..............................................................12
BAB III PENUTUP
A.   Kesimpulan..................................................................................................13
DAFTAR RUJUKAN..............................................................................................14













II
 
 

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendekatan humanistik menekankan keunikan, individualitas, dan humanitas tiap individu. Sehingga setiap orang berbeda antara satu dengan lainnya. Kaum humanistik juga memberikan alasan tambahan bahwa munculnya humanistik karena adanya dehumanisasi dalam perkembangan sains itu sendiri.
Konflik antara pendekatan humanistik dan behavioristik atau kognitif berpulang pada orientasi yang secara mendasar berbeda antar ketiganya dalam hal keyakinan dan sikap tentang manusia. Humanis menolak orientasi pendekatan teknologis yabg mekanis seperti behavioristik. Pada bab ini akan diketengahkan teori-teori dari Rogers & Habernas.

B.    Masalah atau Topik Bahasan
1.    Apa pengertian teori belajar humanistik?
2.    Apa kelebihan dan kekurangan dari teori humanistik?
3.    Bagaimana penerapanteori humanistik dalam pembelajaran?
4.    Bagaimana aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran?
5.    Bagaimana implikasi teori belajar humanistik?
6.    Apa saja pandangan dan kritik humanisme?

C.   Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian teori belajar humanistik
2.    Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari teori humanistik
3.    Untuk mengetahui penerapan teori humanistik dalam pembelajaran
4.    Untuk mengetahui aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran
5.    Untuk mengetahui implikasi teori belajar humanistik
6.    Untuk mengetahui pandangan dan kritik humanisme



1
 
 

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN TEORI HUMANISTIK
Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakteristik yang sangat kuat yang tampak dari para pendidik beraliran humanisme.
Dalam artikel Some Educational Implications of the Humanistic Psychologist, Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Frued dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada befokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit”seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisis Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik, biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.

2
 
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manusia atau dengan freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, humanistik melihat perilaku manusia sebagai campuran anatara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, dan motivasi yang dimiliki binatang. Hierarki kebutuhan motivasi Maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan bersama manusia lain, berkompetensi dikenali, aktualisasi diri, sekaligus juga menggambarkan motivasi dalam level yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan kemanan.

3
 
Bagi para penganut teori humanistik, proses belajar harus bermuara pada manusia. Teori belajar ini yang paling mendekati dunia filsafat daripada dunia pendidikan (Uno, 2008: 13). Meskipun teori ini sangat menekankan pada isi dari proses belajar, dalam kenyataannya teori ini lebih banyak bicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuk yang paling ideal. Teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti yang sering terjadi dalam keseharian. Teori ini bersifat ekletik dan teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk memanusiakan manusia (mencapai aktualisasi) dapat tercapai.
Dalam praktiknya, teori ini antara lain dapat terwujud dalam pendekatan yang diusulkan oleh Ausubel yang disebut belajar bermakna atau meaningful learning (Ausubel juga dimasukkan dalam aliran kognitif). Teori ini juga terwujud dalam teori Bloom, Krathwohl, Kolb, Mumford dan Habermas.
1.      Teori Belajar Humanistik Menurut Habermas
Habermas memiliki pandangan bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia (Uno, 2008:16). Dengan asumsi ini, Habermas mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
a.       Belajar Teknis (Technical learning)
Dalam belajar teknis, siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
b.      Belajar praktis (Practical learning)
Dalam belajar praktis, siswa juga belajar berinteraksi. Akan tetapi, pada tahap ini lebih dipentingkan adalah interaksi antara dirinya dengan orang-orang di sekelilingnya. Pada tahap ini, pemahaman siswa terhadap alam tidak berhenti sebagai pemahaman yang kering dan terlepas kaitannya dengan manusia. Akan tetapi, pemahaman terhadap alam justru relevan dan jika hanya berkaitan dengan kepentingan manusia.
c.       Belajar emansipatoris (Emancipatoris learning)
Dalam tahap ini, siswa berusaha mencapai pemahaman, kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan kultural dari suatu lingkungan. Bagi Habermas,

4
 
pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kultural ini dianggap tahap belajar yang paling tinggi. Sebab, transformasi kultural inilah yang dianggap sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi.
2.      Teori Belajar Humanistik Menurut Carl Ransom Rogers
Carl Ransom Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula, Rogers menekuni bidang agama, tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931. Sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak. Gelar profesor diterimanya di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and phsycotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centered Therapy. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
a.       Kognitif (kebermaknaan)
b.      Experiental (pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai, seperti mempelajari mesin dengan tujuan memperbaiki mobil. Experiental learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiental learning mencakup keterlibatan siswa secara personal, berinisiatifm evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers, yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah guru perlu memerhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
a.       Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
b.      Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
c.       Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
d.      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom to Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah sebagai berikut:
a.      

5
 
Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.      Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c.       Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d.      Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.       Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f.       Belajar yang bermakna diperoleh dari siswa dengan melakukannya
g.      Belajar diperlancar bila siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h.      Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.        Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan dan kreativitas lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinya bdan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j.        Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers, diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975, mengenai kemampuan para guru yang menciptakan kondisi yang mendukung, yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif:
a.       Merespons perasaan siswa
b.      Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
c.       Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
d.      Menghargai siswa
e.       Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
f.      

6
 
Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
g.      Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu, diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep dari siswa, mengingkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Sejak awal, Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang. Ada tiga konstruksi yang menjadi dasar penting dalam teorinya, yaitu organisme, medan fenomena, dan diri.
1.      Organisme
Pengertian makhluk hidup mencakup tiga hal: (a) Makhluk hidup, organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal; (b) Realitas subjektif, organisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya, realita adalah persepsi yang sifatnya subjektif dan dapat membentuk tingkah laku; (c) Holisme, organisme adalah satu kesatuan sistem sehingga perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain, setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
2.      Medan fenomena
Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subjektifnya


3.     

7
 
Diri
Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan-potongan pengalaman membetuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri akan identitas dirinya begitu bayi mulai belajar apa yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur diri itu sudah terbentuk , aktualisas diri mulai terbentuk. Aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasi sang diri sebagai mana yang dirasakan dalam kesadaran. Dengan demikian, kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu pada pengalaman organik individual, sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh, akan kesadaran dan ketidak-sadaran, psikis dan kognitif.
Menurut Carl Rogers, ada beberapa hal yang mempengaruhi diri, yaitu:
1.      Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, konsep diri dan diri ideal tidak akan ada. Ada tiga tingkat kesadaran, yaitu:
a.       Pengalaman yang dirasakan di bawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal
b.      Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolisakan secara langsung diakui oleh struktur diri.
c.       Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distordi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), dibentuk kembali dan didistoriskan sehingga dapat diasimilasikan oleh konsep diri.
2.      Kebutuhan
a.       Pemeliharaan; pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara dan keamanan sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis dan menolak untuk berkembang.
b.      Peningkatan diri; meskipun tubuh menolak untuk berkembang, diri juga mempunyai kemampuan untuk belajar dan berubah.
3.      Penghargaan positif (Positive Regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai atau diterima oleh orang lain.

4.     

8
 
Penghargaan Diri yang poditif (Positive Self-regard)
Berkembangnya kebutuhan akan penghargaan diri (self regard) sebagai hasil pengalaman dengan kepuasan dan frustasi. Diri akan menghindari frustasi dengan mencari kepuasan akan positive self-regard.
5.      Stagnasi Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila:
a.       Ada ketidakseimbangan antara konsep diri dan pengalaman yang dirasakan oleh diri organis.
b.      Ketimpangan yang semakin besar antara konsep diri dan pengalaman organis membuat seseorang menjadi mudah terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan membuat diri seseorang berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain, namun juga untuk dirinya.
c.       Jika kesadaran diri tersebut hilang, muncul kegelisahan tanpa sebab dan akan memuncak menjadi ancaman.
Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan konsep diri, perlu diadakan pertahanan diri dari kegelisahan dan ancaman adalah penyangkalan dan distorsi terhadap pengalaman yang tidak konsisten. Distorsi adalah salah interpretasi dengan pengalaman konsep diri, sedangkan penyangkalan adalah penolakan terhadap pengalaman. Keduanya menjaga konsistensi antara pengalaman dan konsep diri supaya berimbang.
Cara pertahanan adalah karakteristik untuk orang normal dan neurotik. Jika seseorang gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut, individu akan menjadi tidak terkendali dan psikotik. Individu dipaksakan untuk menerima keadaan yang tidak sesuai dengan konsep dirinya terus-menerus dan akhirnya konsep dirinya hancur. Perilaku tidak terkendali ini dapat muncul mendadak atau dapat pula muncul bertahap.
Rogers juga merumuskan dinamika kepribadian sebagai berikut.
1.      Penerimaan positif (Positive Regard)
Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian juga merasa puas dapat memberi regard positif kepada orang lain.
2.     

9
 
Konsistensi dan kesesuaian diri (Self Consistency and Congruence)
Organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keadaan tanpa konflik) dari persepsi diri dan kongruen (kesesuaian) antara persepsi diri dan pengalaman.
3.      Aktualisasi diri (Self actualization)
Freud memandang organisme sebagai sistem energi dan mengembangkan teori bagaimana energi pikik ditimbulkan, ditransfer, dan disimpan.
Rogers memandang organisme terus-menerus bergerak maju. Tujuan tingkah laku bukan untuk mereduksi tegangan energi, melainkan mencapai aktualisasi diri, yaitu kecederungan dasar organisme untuk aktualisasi, yakni kebutuhan pemeliharaan (mainrenance) dan peningkatan diri (enhancement).
B.     KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI HUMANISTIK
Kelebihan teori humanistik dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
2.      Indikator keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku, serta sikap atas kemauan sendiri.
3.      Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang laindan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin, atau etika yang berlaku.
Adapun kekurangan teori humanistik yaitu siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketertinggalan dalam proses belajar.

C.     TEORI HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN
Menurut Hitipeuw (2009:133) pokok-pokok teori humanistik dalam pembelajaran dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.                  Rogers, Maslow, & Comb menekankan student-centered teaching. Siswa ikut memainkan peran lebih penting dalam menentukan kurikulum.
2.                 

10
 
Guru sebagai fasilitator yang caring, sensitive, genuine& empathetic.
3.                  Pendekatan ini menekankan perkembangan personal dan sosial yang sehat.
4.                  Menekankan pengalaman sukses dalam belajar. Free school; open classroom,community-centered education adalah label-label pendidikan yang menekankan kesejahteraan siswa.
Secara umum pendekatan humanistik dalam pendidikan menentukan 4 hal :
1.      Affect : Penekanan lebih besar pada feeling & thinking dan bukan pada pemerolehan informasi (pendekatan kognitif)
2.      Self-Concept : Secara nyata menekankan perkembangan self-concept yang positif pada anak.
3.      Communication : Perhatian diarahkan pada perkembangan hubungan manusia yang positif dan komunikasi antar individu yang jujur.
4.      Personal value : mengakui pentingnya nilai-nilai personal siswa, dan berusaha memfasilitasi perkembangan nilai-nilai yang positif tersebut.
D.    APLIKASI TEORI HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit  selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa, sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Ketika siswa memahami potensi diri, diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya dari pada hasil belajar. Sedangkan proses yang umumnya dilalui adalah sebagai berikut:
1.      Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
2.      Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur, dan positif.
3.      Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.
4.     

11
 
Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
5.      Siswa didorong untuk mengemukakan pendapat, memilih pilihannya, melakukan apa yang diinginkan, dan menanggung resiko, perilaku yang ditunjukkan.
6.      Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif, tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.      Evaluasi diberikan secara individual  berdasarkan perolehan prestasi siswa.
E.                 IMPLIKASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK
1.      Guru sebagai fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator.  Cara ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa petunjuk berikut ini:
a.       Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
b.      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
2.      Guru mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi du dalam belajar yang bermakna tadi.
3.      Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu tujuan mereka.
4.      Guru menempatkan dirinya sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok
5.      Di dalam menanggapi ungkapan-uangkapan di dalam kelompok kelas, menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan, serta mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
6.     

12
 
Bila cuaca penerimaan kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota  kelompok, dan turut menyatakan pandangannya  sebagai seorang individu seperti siswa yang lain.
7.      Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya, dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
8.      Guru harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
9.      Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasan dirinya.
D.                PANDANGAN DAN KRITIK HUMANISME
1.      Pandangan humanisme
a.       Behaviorisme bersifat mekanis, mementingkan masa lalu, berbeda dengan aliran humanistik. Menurut aliran humanistik, individu cenderung mempunyai kemampuan atau keinginan untuk berkembang dan percaya pada kodrat biologis dan ciri-ciri lingkungan tidak menekankan pada tingkah laku yang tampak dan menggunakan metode objektif seperti halnya aliran behaviorisme.
b.      Psikoanalisis adalah aliran humanistik yang tidak menyetujui sifat pesismisme. Dalam aliran humanistik, individu memiliki sifat yang optimistik, dan apabila psikoanalisis Freud menekankan pada masa lalu, dalam behaviorisme percaya pada kodrati individu. Manusia berkembang dengan potensi yang dimilikinya, tidak mengabaikan potensi seperti aliran psikoanalisis.
2.      Kritik terhadap teori humanistik
Teori humanistik mempunyai pengaruh yang signifikan pada ilmu psikologi dan budaya populer. Sekarang ini, banyak psikolog yang menerima gagasan ini ketika teori tersebut membahas kepribadian, pengalaman subjektif manusia mempunyai bobot yang lebih tinggi daripada realitas objektif. Psikolog humanistik yang tergolong pada manusia sehat daripada manusia  yang bermasalah, juga telah menjadi kontribusi yang bermanfaat. Meskipun demikian, kritik terhadap teori humanistik tetap mempunyai beberapa argumentasi sebagai berikut:
a.       Teori humanistik terlalu optimistik secara naif dan gagal untuk memberikan pendekatan pada sisi buruk dari sifat alamiah manusia.
b.      Teori humanistik, seperti halnya teori psikodinamik, tidak bisa diuji dengan mudah.
c.       Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperto orang yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif. Beberapa kritisi menyangkal bahwa konsep ini bisa mencerminkan nilai dan idealisme Maslow.
d.      Psikologi humanistik mengalami pembiasaan terhadap nilai individualistis.
e.       Teori humanistik ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks yang lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia pendidikan.
f.       Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran, yaitu guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.










BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Berbeda dengan behaviorisme yang melihat manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manusia atau dengan freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, humanistik melihat perilaku manusia sebagai campuran anatara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, dan motivasi yang dimiliki binatang.
Meskipun teori ini sangat menekankan pada isi dari proses belajar, dalam kenyataannya teori ini lebih banyak bicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuk yang paling ideal. Teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa adanya, seperti yang sering terjadi dalam keseharian. Teori ini bersifat ekletik dan teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk memanusiakan manusia (mencapai aktualisasi) dapat tercapai.












13
 
 

DAFTAR RUJUKAN
Burhanuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hitipeuw. 2009. Belajar & Pembelajaran. Malang: FIP UM
Purwanto, Drs. M. Ngalim. 2007. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. (Cetakan Kesembilanbelas). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Soerjani, Mohamad. 2009. Pendidikan Lingkungan (Environmental Education) Sebagai dasar Sikap dan Perilaku bagi Kelangsungan Kehidupan Menuju Pembangunan Berkelanjutan. (Edisi I). Jakarta: Yayasan Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan.
Thobroni, M. 2017. Belajar & Pembelajaran Teori Dan Praktik (Cetakan kedua). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Uno, Dr. Hamzah B. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran (Cetakan pertama). Jakarta: PT Bumi Aksara


14
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar